So far, we've uncovered some interesting facts about mobil keluarga ideal terbaik indonesia. You may decide that the following information is even more interesting.
JAKARTA - Kritik publik atas niat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bertemu dengan para tokoh lintas agama belum menemui titik subtantifnya.
Pasalnya, pertemuan itu disinyalir bukan untuk memperbaiki keadaan tapi malah menambah runyam keadaan. Hingga usia pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono mencapai lebih dari setahun, pemerintahan yang dibangun atas dasar koalisi multipartai itu hingga kini tampaknya masih tak serius dalam menangani berbagai permasalahan dalam negeri.
Pernyataan tersebut disampaikan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komarudin Hidayat, menyikapi pertemuan sejumlah tokoh lintas agama dengan pemerintah.
Kalau pemerintah tidak segera melakukan terapi serius terhadap berbagai kasus korupsi, kritik dan kemarahan masyarakat akan kian mengental. Warning! kata Komarudin belum lama ini dalam perbincangan kepada okezone di Jakarta, Rabu (19/1/2011).
Dia pun memastikan, jika pemerintah masih tak bisa memperbaiki kinerjanya, maka kelompok radikal akan semakin menguat. Jika pemerintah tidak segera melakukan perbaikan kinerjanya, kelompok radikal akan menguat, jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Komarudin mengatakan, pihak tokoh lintas agama akan segera menemui LSM dan pihak-pihak kampus untuk membahas kinerja pemerintah yang lamban ini.
Tokoh lintas agama akan melibatkan LSM dan kampus untuk membahas kelambanan pemerintah dalam menangani berbagai kasus korupsi. Serious warning! tegasnya.
Sementara bukti-bukti menunjukkan bahwa masyarakat kelas menengah bawah terus bergolak, mengalami kesulitan hidup. Mereka belum merasakan benar secara totalitas kebijakan-kebijakan yang digulirkan pemerintahan SBY-Boediono beserta Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II-nya.
Dilaporkan lolos dari ancaman krisis global, dengan pertumbuhan ekonomi meningkat signifikan namun beban hidup masyarakat semakin berat. Kenaikan harga pangan dan berbagai bahan kebutuhan lainnya, membuat hidup rakyat makin susah.
Meskipun masalah pencitraan diri, dalam psikologi komunikasi politik, memang sesuatu yang substansial dalam membangun pengaruh dan menguatkan posisi di hati rakyat. Tapi, masalah kinerja pemerintahan, kita nilai jauh lebih substantif untuk diprioritaskan. Menyoal masalah-masalah kebangsaan terkini perlu penanganan dan solusi konkret, segera dan aplikatif.
Melihat peluang SBY untuk bisa menduduki jabatan presiden kembali pascatahun 2014; dengan melihat peraturan perundang-undangan yang ada, sudah tidak memungkinkan lagi, kecuali ada perubahan peraturan, karena beliau sudah dua kali berturut-turut menduduki jabatan Presiden RI.
Seharusnya duet kepemimpinan SBY-Boediono harus berani tampil menjadi tandem yang membela kepentingan rakyat. Masalah pencitraan diri perlu dikesampingkan terlebih dulu, untuk lebih memprioritaskan pada masalah kinerja maksimal.
Perlu diketahui, pencitraan diri adalah 'merek dagang'. Sedangkan kinerja adalah materi urgentif yang dibutuhkan 237 juta penduduk bangsa ini. Bisakah pemerintahan SBY-Boediono membuktikan keseriusannya membenahi kualitas kehidupan bangsa ini, menjadi bangsa yang maju dan lebih beradab? Maju infrastrukturnya, idealnya, maju pula suprastrukturnya. Kita tunggu saja bukti-bukti konkretnya, dengan segenap pengharapan dan kerendahan hati.
(lsi)
JAKARTA - Kritik publik atas niat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bertemu dengan para tokoh lintas agama belum menemui titik subtantifnya.
Pasalnya, pertemuan itu disinyalir bukan untuk memperbaiki keadaan tapi malah menambah runyam keadaan. Hingga usia pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono mencapai lebih dari setahun, pemerintahan yang dibangun atas dasar koalisi multipartai itu hingga kini tampaknya masih tak serius dalam menangani berbagai permasalahan dalam negeri.
Pernyataan tersebut disampaikan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komarudin Hidayat, menyikapi pertemuan sejumlah tokoh lintas agama dengan pemerintah.
Kalau pemerintah tidak segera melakukan terapi serius terhadap berbagai kasus korupsi, kritik dan kemarahan masyarakat akan kian mengental. Warning! kata Komarudin belum lama ini dalam perbincangan kepada okezone di Jakarta, Rabu (19/1/2011).
Dia pun memastikan, jika pemerintah masih tak bisa memperbaiki kinerjanya, maka kelompok radikal akan semakin menguat. Jika pemerintah tidak segera melakukan perbaikan kinerjanya, kelompok radikal akan menguat, jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Komarudin mengatakan, pihak tokoh lintas agama akan segera menemui LSM dan pihak-pihak kampus untuk membahas kinerja pemerintah yang lamban ini.
Tokoh lintas agama akan melibatkan LSM dan kampus untuk membahas kelambanan pemerintah dalam menangani berbagai kasus korupsi. Serious warning! tegasnya.
Sementara bukti-bukti menunjukkan bahwa masyarakat kelas menengah bawah terus bergolak, mengalami kesulitan hidup. Mereka belum merasakan benar secara totalitas kebijakan-kebijakan yang digulirkan pemerintahan SBY-Boediono beserta Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II-nya.
Dilaporkan lolos dari ancaman krisis global, dengan pertumbuhan ekonomi meningkat signifikan namun beban hidup masyarakat semakin berat. Kenaikan harga pangan dan berbagai bahan kebutuhan lainnya, membuat hidup rakyat makin susah.
Meskipun masalah pencitraan diri, dalam psikologi komunikasi politik, memang sesuatu yang substansial dalam membangun pengaruh dan menguatkan posisi di hati rakyat. Tapi, masalah kinerja pemerintahan, kita nilai jauh lebih substantif untuk diprioritaskan. Menyoal masalah-masalah kebangsaan terkini perlu penanganan dan solusi konkret, segera dan aplikatif.
Melihat peluang SBY untuk bisa menduduki jabatan presiden kembali pascatahun 2014; dengan melihat peraturan perundang-undangan yang ada, sudah tidak memungkinkan lagi, kecuali ada perubahan peraturan, karena beliau sudah dua kali berturut-turut menduduki jabatan Presiden RI.
Seharusnya duet kepemimpinan SBY-Boediono harus berani tampil menjadi tandem yang membela kepentingan rakyat. Masalah pencitraan diri perlu dikesampingkan terlebih dulu, untuk lebih memprioritaskan pada masalah kinerja maksimal.
Perlu diketahui, pencitraan diri adalah 'merek dagang'. Sedangkan kinerja adalah materi urgentif yang dibutuhkan 237 juta penduduk bangsa ini. Bisakah pemerintahan SBY-Boediono membuktikan keseriusannya membenahi kualitas kehidupan bangsa ini, menjadi bangsa yang maju dan lebih beradab? Maju infrastrukturnya, idealnya, maju pula suprastrukturnya. Kita tunggu saja bukti-bukti konkretnya, dengan segenap pengharapan dan kerendahan hati.
(lsi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar