? Informatif laporan ini dapat memberikan Anda wawasan tentang semua yang anda pernah ingin tahu tentang
.
JAKARTA - Teuku Adifitrian atau dikenal dengan nama Tompi membuka wacana musisi untuk bersatu agar bisa perkuat posisi tawar dengan pihak yang berkepentingan. Dia merasa sudah banyak kejadian musisi di Indonesia hanyak dijadikan sapi perah oleh para pelaku industri musik atau pihak penyelenggara acara. Belum 'dikadalin' sama pihak ketiga, musisi harus punya wadah yang punya kepercayaan dan untuk keuntungan musisi sendiri. Kalau musisi kompak, suatu saat yang berkepentingan mengejar. Sekarang kebalik, artis nyolot dikeluarin dari label. Itu ada karena sifat monopoli. Buruh bisa turun ke jalan tapi musisi enggak bisa, nanti ada yang masih tidur, seru Tompi saat berbincang dengan okezone di Jakarta, belum lama ini. Benar-benar ide yang baik untuk menyelidiki sedikit lebih dalam subjek
. Apa yang Anda pelajari dapat memberikan kepercayaan diri yang Anda butuhkan untuk usaha di daerah baru.
Andalan musisi kini menjual RBT, setelah bentuk fisik seperti CD dan kaset pasarnya hancur lebur akibat hukum Indonesia yang lemah. Hingga para pembajak leluasa menguras ekonomi para musisi hingga miskin. Pria kelahiran Lhokseumawe, Aceh, 22 September 1978, itu, merasakan penjualan RBT tidak mewakili perbaikan taraf hidup musisi. Walaupun pemerintah kini sedang gencar menutup situs unduhan musik ilegal. Penutupan situs tidak terlalu berpengaruh, untungnya kita bisa tahu berapa banyak (RBT) yang ngunduh. Memang kalau suka musik kita mau datang ke konser, katanya. Kalau di Eropa beda. Lagu jadi show room saja. Orang di sini kita nggak bisa, gratisan saja masih minta fasilitas. Mental harus dirubah, sistem yang dari dulu belum terbenahi maka makin banyak pembajakan. Tokonya malah makin bagus yang bajak, tambah pemilik album Tak Pernah Setengah Hati, itu,
(tre)
. Apa yang Anda pelajari dapat memberikan kepercayaan diri yang Anda butuhkan untuk usaha di daerah baru.
Andalan musisi kini menjual RBT, setelah bentuk fisik seperti CD dan kaset pasarnya hancur lebur akibat hukum Indonesia yang lemah. Hingga para pembajak leluasa menguras ekonomi para musisi hingga miskin. Pria kelahiran Lhokseumawe, Aceh, 22 September 1978, itu, merasakan penjualan RBT tidak mewakili perbaikan taraf hidup musisi. Walaupun pemerintah kini sedang gencar menutup situs unduhan musik ilegal. Penutupan situs tidak terlalu berpengaruh, untungnya kita bisa tahu berapa banyak (RBT) yang ngunduh. Memang kalau suka musik kita mau datang ke konser, katanya. Kalau di Eropa beda. Lagu jadi show room saja. Orang di sini kita nggak bisa, gratisan saja masih minta fasilitas. Mental harus dirubah, sistem yang dari dulu belum terbenahi maka makin banyak pembajakan. Tokonya malah makin bagus yang bajak, tambah pemilik album Tak Pernah Setengah Hati, itu,
(tre)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar